bismillahirrahmanirrahim

SETELAH bertahun-tahun perjuangan dan penderitaan, misi suci Rasulullah SAW akhirnya meraih kejayaan di semenanjung Arab. Panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah yang luas meliputi cakrawala Persia dan Syria. Harta yang berlimpah-ruah mengalir ke Madinah dari berbagai negeri-negeri persemakmuran Islam. Di antara putra-putri Rasulullah SAW, hanya Fatimah yang masih hidup saat itu.

Sang ayah sangat mencintai putri satu-satunya itu. Setiap kali Fatimah datang, Rasulullah selalu menerimanya dengan penuh kasih sayang. Demikian juga Fatimah, setiap kali datang ia selalu merebahkan dirinya dalam dekapan sang ayah. Jika ia datang, Rasulullah SAW sering mendudukkan Fatimah di samping beliau sembari menyeka peluh yang membasahi wajah putrinya dengan sapu tangannya atau meraba dahinya dan mengecek kesehatan sang putri.

Suatu hari Fatimah datang menemui Rasulullah SAW. Setelah saling menanyakan kabar dan kesehatan masing-masing, Fatimah berkata kepada sang ayah dengan nada mengeluh, “Ayah, terlalu banyak mulut yang harus disuapi di rumahku. Aku dan suamiku, tiga putra kami, empat keponakan, seorang pembantu, belum tamu-tamu yang datang silih berganti. Aku harus memasak sendirian untuk mereka semua. Aku merasa sangat letih dan kelelahan. Aku mendengar banyak tawanan wanita yang baru saja datang ke Madinah. Jika ayah bersedia memberiku salah satu dari mereka untuk membantuku, itu akan menjadi pertolongan yang sangat berharga bagiku.”

Rasulullah SAW menjawab permintaan putrinya itu dengan suara parau, “Sayangku, semua kekayaan dan tawanan perang yang engkau lihat adalah milik masyarakat muslim. Aku hanyalah bendahara, tugasku adalah mengumpulkan mereka dari berbagai wilayah dan membagi-bagikan mereka kepada orang-orang yang berhak. Dan engkau bukan termasuk yang memiliki hak, anakku, oleh karena itu aku tidak bisa memberimu sesuatu pun dari aset negara ini.

Kemudian beliau melanjutkan, “Dunia ini adalah tempat untuk beramal. Lakukan tugas-tugasmu dengan baik. Jika engkau merasa lelah, ingatlah Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya. Dia akan memberimu ketabahan dan kekuatan.”
alhamdulillahirabbilalamin

Referensi:

  1. Hirak Har, Abu Dawud
  2. M. Ibrahim Khan, Kisah-kisah Teladan Rasulullah, Para Sahabat dan Orang-orang Saleh

bismillahirrahmanirrahim

Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah SAW di Mekkah, terjadi kegelisahan di antara kaum Quraisy akibat syiar Islam yang gencar disampaikan Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW ditakdirkan Allah SWT berada di bawah lindungan pamannya, Abu Thalib, yang merupakan salah satu tokoh Quraisy yang disegani.

Demi tujuan melenyapkan cahaya Islam, akhirnya kaum kafir Quraisy pun bersepakat untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun, sebelum melakukannya, mereka berusaha menjumpai Abu Thalib terlebih dahulu. Suatu saat para pembesar Quraisy datang kepada Abu Thalib. Mereka lalu mengatakan, “Keponakan anda mencaci-maki sesembahan dan agama kami, menyebut kami orang-orang jahil (bodoh). Dia juga mengatakan bahwa nenek moyang kami adalah orang-orang sesat. Sekarang hukum dia atau biar kami yang melakukan. Kami tidak bisa bersabar lagi menghadapinya.”

Abu Thalib menyadari situasi gawat yang dihadapinya. la memanggil keponakan tercintanya dan menceritakan semua yang dikatakan oleh para pembesar Quraisy. la berkata, “Jagalah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan sesuatu yang melebihi kemampuanku.”

Mendengar hal itu, dengan tenang dan teguh hati, Rasulullah SAW menjawab, “Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berpaling dari risalah yang aku bawa, aku tidak akan berhenti sampai Allah SWT mengantarkan aku pada kejayaan Islam atau aku binasa karenanya.

Tersentuh oleh nada tinggi dari jawaban keponakan tersayangnya, Abu Thalib menjawab, “Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, aku tidak akan menyerahkanmu pada mereka.”

……..

Sungguh luar biasa keteguhan hati Rasulullah SAW. Beliau hanya takut pada Allah SWT semata, padahal saat itu pengikutnya masih sedikit sekali. Jangan sampai kita sia-siakan pengorbanan beliau, apalagi sampai mengorbankan keimanan kita untuk sekedar alasan dunia semata. Allahuma shalli ‘ala sayyidina Muhammad.

alhamdulillahirabbilalaminReferensi:

A. Hakim Khan, The Prophet and Islam

bismillahirrahmanirrahim

Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah Anda wahai nenek?”

“Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah, ” jawab wanita tua itu.

Rasulullah SAW pun berkata, “Wahai nenek, sesungguhnya saya mengenalmu. Engkau adalah wanita yang baik hati. Bagaimana kabarmu dan keluargamu. Bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?”

Nenek itu menjawab, “Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah.”

Tak lama kemudian, wanita tua itu pergi meninggalkan Rasulullah SAW. Aisyah RA yang melihat kejadian itu datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua? Istimewa sekali.”

Rasulullah menimpali, “Ya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman.”

Setelah kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam ketimbang Khadijah. Meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Pernah suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikannya kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.”

Jika hal tersebut disampaikan Aisyah, Rasulullah SAW menanggapinya dengan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya darinyalah aku memperoleh anak.”

Pada kesempatan lainnya, Aisyah mengatakan, “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata: Wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”

Rasulullah SAW menjawab, “Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya.”

Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithani. Kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.

Kecantikan Aisyah tidak membuat Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapa pun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi Luqa mengatakan, “Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang harus diteladani para pasangan suami istri.“

Semoga kita diberi kekuatan untuk memiliki kesetiaan pada suami/istri kita seperti halnya Rasulullah SAW. Amin.

alhamdulillahirabbilalamin

Referensi:

  1. Ditulis pertama kali oleh Nany Indrayani, Batam
  2. “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih setia dari Allah Subhanahu wata’ala akan janjiNya. Bergembiralah dengan bai’at (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 111).
  3. http://bening1.wordpress.com/2008/02/06/suami-setia/

bismillahirrahmanirrahim
Suatu hari ‘Umar bin Khaththab r.a. menemui Rasulullah SAW di kamar beliau, lalu ‘Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah lapuk. Jejak tikar itu membekas di belikat beliau, sebuah bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan jalur kulit samakan membekas di kepala beliau. Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).

Air mata ‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh. Ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi pimpinan tertinggi umat Islam itu. Rasulullah SAW melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, lalu bertanya “Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”
‘Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”

Lalu Rasulullah SAW menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”

‘Umar menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini.”
Lalu, Rasulullah SAW menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, “Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Betapa Rasulullah SAW sangat sederhana. Ia menyadari bahwa akhirat jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

alhamdulillahirabbilalamin Referensi:

  1. Hadits Riwayat Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad (dialog ‘Umar versi pertama)
  2. Hadits Riwayat Tirmidzi (dialog ‘Umar versi kedua)
  3. http://www.jafarsoddik.com/cerita/07/Salah-satu-kisah-kesederhanaan-Rasulullah-saw

bismillahirrahmanirrahim

Suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?”

Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa dipakai sehari-hari dan sebuah cangkir.” Rasul lalu berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!”

Pengemis itupun pulang mengambil satu-satunya cangkir miliknya dan kembali lagi pada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.”

Rasulullah SAW menawarkannya kembali, “Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?” Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.

Rasulullah SAW memberikan dua dirham itu kepada si pengemis lalu menyuruhnya menggunakan uang itu untuk membeli makanan untuk keluarganya dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kapak. Rasullulah SAW berkata, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya Rasulullah SAW pun memberinya uang untuk ongkos.

Dua minggu kemudian pengemis itu datang kembali menghadap Rasulullah SAW sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Kemudian Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersada, “Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat sesorang tidak bisa berusaha.

Sungguh suatu pelajaran berharga bisa kita dapat dari Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya memberikan sedekah pada fakir miskin, namun juga memberikan ‘kail’ kepada mereka agar kelak mereka bisa hidup mandiri. Subhanallah.

alhamdulillahirabbilalamin

Referensi:

  1. Hadits yang diceritakan Anas bin Malik (HR Abu Daud)
  2. http://fauzidex.multiply.com/journal/item/9

bismillahirrahmanirrahim

Semenjak Rasulullah SAW diangkat oleh Allah SWT menjadi Utusan-Nya, beliau tidak memiliki harta apapun karena seluruhnya dibelanjakan demi tegaknya Islam. Jika ada orang muslim yang tak punya pakaian mendatangi beliau, beliau biasa meminta bantuan Bilal, yang juga merupakan muadzin beliau, untuk meminjam sesuatu dari orang lain dan membelikan orang itu pakaian dan makanan.

Suatu saat, ada seorang dari kalangan musyrikin datang kepada Bilal. Orang itu mengetahui kebiasaan Rasulullah SAW. Ia berkata, “Wahai Bilal, aku bisa memberimu pinjaman. Karena itu pinjam saja padaku, tak usah kamu pinjam kepada orang lain.”Bilal pun menerima tawaran itu dengan senang hati. Sejak saat itu, Bilal pun terkadang meminjam pada orang itu.

Pada suatu hari, Bilal berwudhu lalu bergegas untuk mengumandangkan adzan, sementara orang musyrik itu sedang berdiri di tengah kerumunan pedagang. Ketika melihat Bilal, ia berseru, “Wahai Orang Habsyi!” Bilal  menjawab, “Ya, ada apa?” Lalu ia berbicara dengan nada yang agak keras, “Tahukah kamu, berapa jarak antara kamu dan bulan depan?!” Bilal menjawab, “Sudah dekat.” Ia balik berkata lagi, “Sesungguhnya jarak antara kamu dan bulan depan adalah empat malam lagi. Pada saat itu aku akan menagih uang yang aku pinjamkan kepadamu. Karena sesungguhnya aku tidak pernah memberikan kamu sesuatu dikarenakan kemuliaanmu atau kemuliaan sahabatmu itu. Kalau kamu tak bisa membayar hutangmu itu, kamu harus menjadi budakku!” Lalu orang itu berlalu.

Bilal kemudian mengumandangkan adzan shalat. Ketika ia pulang shalat agak malam dan Nabi telah kembali ke rumahnya, Bilal meminta izin untuk bertemu beliau. Setelah diizinkan, Bilal bercerita pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku aku rela jadi penebusnya, sesungguhnya orang musyrik yang telah saya ceritakan kepada engkau, menjadikan saya jaminan dari pinjaman yang diberikannya. Dia berkata begini dan begitu. Sementara engkau dan saya tidak memiliki sesuatu yang dapat membebaskan saya darinya karena dia sangat tidak beradab. Oleh karena itu, izinkan saya mencari beberapa orang Islam untuk mencari pinjaman, sampai Allah menganugerahkan rizki kepada Rasul-Nya untuk menebus saya.”

Keesokan harinya, seseorang menghampiri Bilal, “Wahai Bilal, kamu dipanggil Rasulullah.”

Bilal lalu bergegas ke rumah Rasulullah SAW. Di rumah beliau, Bilal melihat empat ekor unta tunggangan penuh dengan barang bawaannya. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada bilal, “Sesungguhnya Allah telah memberikan segalanya untuk membebaskan kamu.” Bilal sadar bahwa unta dan barang bawaannya itu adalah rizki tak disangka-sangka yang diturunkan Allah SWT pada Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW berkata lagi, “Maukah kamu membawa empat unta tersebut?” Bilal menjawab, “Tentu saja saya bersedia.”

Beliau berkata lagi, “Kamu berhak atas unta tersebut beserta semua barang bawaannya. Dan untuk kamu ketahui, bahwa barang yang dibawa olehnya adalah pakaian dan makanan. Semuanya saya berikan kepadamu. Sekarang pergilah dan bayarlah hutangmu.”

Lalu Bilal membawa unta tersebut dan membayar hutang-hutang Rasulullah SAW sampai tidak ada lagi hutang beliau yang tersisa. Akhirnya uang di tangannya tersisa dua dinar saja.

Ketika Bilal bergegas ke masjid saat matahari telah condong, Rasulullah tengah duduk sendirian di masjid. Ia lalu mengucap salam dan menghadap beliau. Beliau berkata kepada Bilal sambil tersenyum, “Apa yang telah kamu lakukan?”

Bilal menjawab, “Allah telah melunasi semua hutang Rasulullah sehingga tiada hutang lagi.”

Beliau bertanya lagi, “Adakah yang tersisa?” Bilal menjawab, “Ada wahai Rasulullah, yaitu dua dinar.”

Beliau berkata, “Secepatnya kamu bebaskan saya dari kedua dinar tersebut. Saya tidak ingin pulang sebelum kamu membebaskan saya dari kedua dinar tersebut.

Bilal dan Rasulullah SAW pun menunggu, tetapi tidak ada orang yang datang ke masjid. Mereka terus menunggu sampai menjelang waktu subuh. Ketika menjelang sore pada hari kedua, ada dua orang pengendara kuda datang. Bilal pergi menemuinya dan memberikan pakaian serta makanan. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat, beliau memanggil Bilal, “Apa yang telah kamu lakukan?”

Bilal menjawab, “Allah telah membebaskan engkau dari barang-barang tersebut.”

Beliau lalu bertakbir mengagungkan Allah dan memuji-Nya.

Subhanallah. Rasulullah SAW sangat sedih jika pada saat meninggal dunia, masih ada harta tersisa di tangannya.

alhamdulillahirabbilalaminReferensi:

  1. http://theroadtomuhammad.blogspot.com
  2. http://nabimuhammad.info/2010/08/harta-rasulullah/
  3. Hadits Imam Al Baihaqi
bismillahirrahmanirrahim
Suatu ketika Abdullah ibn Hudzafah pergi mengantarkan surat ajakan masuk Islam dari rasulullah kepada Kisra, raja Persia. Singkat cerita, Kisra yang marah setelah setelah membaca surat dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ingin menangkap Abdullah ibn Hudzafah yang terlanjur pulang. Maka, Kisra menyuruh Badzan, wakilnya di Yaman, untuk mengutus dua orang kuat dari Hijaz untuk membawa kembali Abdullah bin Hudzafah.
Dua utusan itu pergi menghadap Rasulullah SAW dan memberikan surat badzan kepada beliau. Mereka berkata, “Maharaja Kisra menulis surat kepada raja kami, Badzan, untuk menjemput kembali orang yang datang kepadanya beberapa hari yang lalu. Kami datang untuk menjemputnya. Jika engkau mengizinkan, Kisra mengucapkan terima kasih kepadamu dan membatalkan niatnya untuk menyerangmu. Jika engkau enggan mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui, kekuatannya akan memusnahkanmu dan kaummu”.
Jelas ini adalah ancaman yang serius, namun Rasulullah SAW tersenyum dan berkata kepada utusan itu, “Sekarang pulanglah kalian berdua dan kembalilah lagi esok”.
Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Apakah engkau telah mempersiapkan apa yang akan kami
bawa menemui Kisra?”. Nabi berkata, “Kalian berdua tidak akan menemui Kisra setelah hari ini. Allah akan membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, anaknya, Syirawaih akan membunuhnya”.
Mereka menatap tajam wajah Rasulullah SAW. Mereka terlihat sangat geram dan berkata,”Kau sadar apa yang telah kau ucapkan? Kami akan mengadukanmu kepada Badzan”.
Rasulullah SAW menjawab, “Silahkan! Katakan kepadanya, ‘Agamaku akan sampai dan tersebar di kerajaan Kisra. Dan kamu, jika engkau masuk Islam, aku akan menjadikan raja bagi kaummu‘”.
Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah SAW. Mereka langsung menemui Badzan dan menceritakan apa yang telah terjadi. Badzan berkata, “Jika benar apa yang kalian katakan, berarti dia benar adalah seorang nabi. Jika tidak, kita lihat apa yang akan terjadi”.
Tak lama terbuktilah kebenaran Rasulullah SAW. Syirawaih membunuh Kisra. Mendengar hal itu, Badzan pun masuk Islam, demikian juga orang-orang Furs dan Yaman.
……
Demikianlah karakter kepemimpinan Rasulullah SAW yang sangat tenang, teguh, berani, dan tegas dalam menghadapi ancaman lawan. Kisah ini hanyalah sedikit bukti dari keagungan karakter pemimpin yang beliau miliki.
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:

bismillahirrahmanirrahim

Suatu saat di bulan Ramadhan para sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan panik dan berkata, “Ya Rasulullah, celaka saya!”

Rasulullah bertanya, “Apa yang terjadi padamu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya telah melakukan hubungan badan dengan istri, padahal saya sedang berpuasa Ramadhan.”

Lalu Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ada seorang hamba sahaya yang kamu merdekakan?” Dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, ‘Mampukah kamu melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut?” Kembali dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah kamu mampu memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” Lagi-lagi dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW terdiam sejenak lalu pergi. Para sahabat dan laki-laki itu terdiam. Tak lama kemudian, Rasulullah SAW datang membawa sekeranjang kurma seraya bertanya, “Mana orang yang tadi bertanya itu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya di sini.”

Rasulullah SAW berkata, “Ambillah kurma ini dan bersedekahlah dengannya.” Laki-laki itu bingung. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah sedekah ini harus saya berikan kepada orang yang lebih miskin daripada saya? Demi Allah, tidak ada satu keluarga pun di antara dua perkampungan ini yang lebih miskin daripada saya!”

Mendengar jawaban dengan kata-katanya ini, Rasulullah SAW tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Beliau tersenyum, lalu bersabda, “Jika demikian, berilah keluargamu makanan dengan kurma ini.

alhamdulillahirabbilalaminReferensi:

  1. Kitab “Cara Nabi Saw Menegur dan Meluruskan Kesalahan”, Salih Al Munjid
  2. Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah RA
  3. http://www.hudzaifah.org/article525.phtml
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Abu Hurairah r.a berkata,

Suatu saat di bulan Ramadhan. Para sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan panik dan berkata, “Ya Rasulullah, celaka saya!”

Rasulullah bertanya, “Apa yang terjadi padamu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya telah melakukan hubungan badan dengan istri, padahal saya sedang berpuasa Ramadhan.”

Lalu Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ada seorang hamba sahaya yang kamu merdekakan?” Dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, ‘Mampukah kamu melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut?” Kembali dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah kamu mampu memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” Lagi-lagi dia menjawab, “Tidak.”

Rasulullah SAW terdiam sejenak lalu pergi. Para sahabat dan laki-laki itu terdiam. Tak lama kemudian, Rasulullah SAW datang membawa sekeranjang kurma seraya bertanya, “Mana orang yang tadi bertanya itu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya di sini.”

Rasulullah SAW berkata, “Ambillah kurma ini dan bersedekahlah dengannya.” Laki-laki itu bingung. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah sedekah ini harus saya berikan kepada orang yang lebih miskin daripada saya? Demi Allah, tidak ada satu keluarga pun di antara dua perkampungan ini yang lebih miskin daripada saya!”

Mendengar jawaban dengan kata-katanya ini, Rasulullah SAW tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Lalu beliau bersabda, “Jika demikian, berilah keluargamu makanan dengan kurma ini.”

bismillahirrahmanirrahim

Tersebutlah seorang wanita tua yang sedang melintasi gurun pasir dengan membawa beban yang berat. Walaupun tampak sangat kepayahan, namun ia tetap berusaha membawa barang bawaannya dengan sekuat tenaga. Tak lama kemudian, seorang laki-laki muda datang dan menawarkan diri untuk mengangkat bawaannya. Wanitu malang itu menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Laki-laki itu pun mengangkat bawaannya kemudian mereka berjalan beriringan.

“Senang sekali kamu mau membantu dan menemani, saya sangat menghargainya”, kata wanita itu. Ternyata ia adalah seorang wanita yang senang berbicara. Laki-laki itu pun dengan sabar mendengarkan sambil tersenyum tanpa pernah menginterupsinya. Suatu saat dia berkata pada laki-laki tersebut, “Anak muda, selama kita berjalan bersama, saya hanya punya satu permintaan. Jangan berbicara apapun tentang Muhammad! Gara-gara dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya sangat terganggu dengan pemikirannya. Jadi sekali lagi, jangan berbicara apapun tentang Muhammad!”.

Dia lalu melanjutkan lagi, “Orang itu benar-benar membuat saya kesal. Saya selalu mendengar nama dan reputasinya kemanapun saya pergi. Dia dikenal berasal dari keluarga dan  suku yang terpercaya, tapi tiba-tiba dia memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwa tuhan itu satu.”

“Dia menjerumuskan orang yang lemah, orang miskin, dan budak-budak. Orang-orang itu berpikir mereka akan dapat menemukan kekayaan dan kebebasan dengan mengikuti jalannya,” wanita itu melanjutkan dengan kesal. “Dia merusak anak-anak muda dengan memutarbalikkan kebenaran. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka kuat dan bahwa ada suatu tujuan yang bisa diraih. Jadi anak muda, jangan sekali-kali kamu berbicara tentang Muhammad!”

Tak lama kemudian, mereka sampai ke tempat tujuan. Laki-laki itu menurunkan barang bawaannya. Wanita tua itu menatapnya sambil tersenyum penuh terima kasih. “Terima kasih banyak, anak muda. Kamu sangat baik. Kemurahan hati dan senyuman kamu itu sangat jarang saya temukan. Biarkan saya memberi kamu satu nasihat. Jauhi Muhammad! Jangan pernah memikirkan kata-katanya atau mengikuti jalannya. Kalau kamu lakukan itu, kamu tidak akan pernah mendapatkan ketenangan. Yang ada hanya masalah.”

Pada saat laki-laki itu berbalik menjauh, wanita itu menghentikannya, “Maaf, sebelum kita berpisah, boleh saya tahu namamu, anak muda?” Lalu laki-laki itu memberitahukannya dan wanita itu terkejut setengah mati.

“Maaf, apa yang kamu bilang? Kata-katamu tidak terdengar jelas. Telinga saya semakin tua, terkadang saya tidak bisa mendengar dengan baik. Kelihatannya lucu, saya pikir tadi saya mendengar kamu mengucapkan Muhammad.”

Saya Muhammad,” laki-laki itu mengulang kata-katanya lagi pada wanita tua itu.

Wanita itu terpaku memandangi Rasulullah SAW. Tak berapa lama meluncur kata-kata dari mulutnya, “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya.

Demikianlah Rasulullah SAW. Hanya dengan dua kata dari mulutnya yang mulia, serta dibekali dengan kerendahan hati, kesabaran, dan kewibawaan yang luar biasa, beliau sanggup mengubah hati seorang wanita tua yang sebelumnya sangat membencinya menjadi mencintainya hanya dalam waktu singkat.

Betapa agungnya pribadi beliau.

alhamdulillahirabbilalamin

Referensi:

http://www.altmuslim.com/a/a/a/missing_the_point/

bismillahirrahmanirrahim

Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah SAW semakin besar. Beliau pun berniat untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Tak lama kemudian, beliau bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau, pergi ke Tha’if.

Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah SAW menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara. Rasulullah SAW menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah kepada selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan beliau.

Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”

Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan. Kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktinya dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”

Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jelas kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”

Mendengar jawaban mereka, Rasulullah SAW berkata, “Jika memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”

Mereka berkata lagi, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kalian menyebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.”

Maka Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin tersebut, Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah SAW sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.

Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka. Ketika  sudah tenang, Rasulullah SAW mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:

“Allahumma ya Allah, kepadaMu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan diriku? Kepada orang jauh yang berwajah muram kepadaku? atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Aku tidak peduli selama Engkau tidak murka kepadaku. Sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”

Kemudian Allah SWT mengutus Jibril untuk menghampiri beliau. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”

Setelah mendapatkan hinaan dan lemparan batu yang demikian menyakitkan, kemudian mendapat tawaran luar biasa dari Jibril, apa jawaban Rasulullah SAW? Ia malah terkejut dengan tawaran tersebut, lalu menjawab Jibril, “Walaupun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, tidak mengapa. Aku berharap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.

Demikianlah kelembutan hati Rasulullah SAW. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulianya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah, penuh kelembutan dan kasih sayang. Betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulia ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Termasuk kita..

Begitu mudahnya kita menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajarannya. Tidak tahukah kita, bahwa setiap hari, amal-amal kita akan dihadapkan kepada Rasulullah SAW? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi kita. Adakah pemimpin lain yang selalu memikirkan umatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain Rasulullah SAW?

Ya Allah, ampuni kami.. Ya Rasulullah, maafkan kami…

alhamdulillahirabbilalaminReferensi:

http://alkisah.web.id/2010/03/kelembutan-sang-rasul.html

Powered by: Wordpress | IdWebHost.com |
FreeWebSubmission.com| | ASR Technology |
© 2010 cara-muhammad.com
| Home | Hubungi kami |
Suffusion theme by Sayontan Sinha