Saling berkunjung dan bertamu adalah hal yang biasa terjadi. Bertamu bisa dilakukan kepada siapa saja, baik kepada sanak famili, tetangga, rekan kerja, teman sebaya bahkan kepada orang yang belum kita kenal. Namun, banyak di antara kita yang melupakan atau belum mengetahui adab-adab dalam bertamu, dimana syari’at Islam yang lengkap telah memiliki tuntunan tersendiri dalam hal ini. Alangkah baiknya jika kita mencontoh Rasulullah SAW, sebagaimana teladannya dalam bertamu sebagai berikut:
- Mintalah izin untuk masuk rumah (bertamu) maksimal 3x. Jika kita ingin masuk ke rumah seseorang, maka mintalah izin paling banyak 3x. Jika setelah meminta izin 3x, masih juga tidak diperbolehkan masuk, maka kita harus undur diri (pulang).
- Ucapkan salam ketika meminta izin masuk. Terkadang kita bertamu dengan memanggil-manggil nama orang yang hendak kita temui bahkan terkadang menggunakan sebutan yang kurang sopan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa ucapan salam (Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh) adalah yang terbaik ketika meminta izin masuk.
- Ketuklah pintu rumah dengan cara yang baik dan tidak mengganggu. Ketuklah pintu rumah dengan cara tanpa berlebihan, baik dalam suara maupun cara mengetuknya. Dalam salah satu hadits, diceritakan bahwa di masa Rasulullah SAW, para sahabat mengetuk pintu dengan kuku jari tangan.
- Ambillah posisi berdiri dengan tidak menghadap pintu masuk. Sebaiknya posisi berdiri tamu tidak persis di depan pintu dengan menghadap ke ruangan. Sikap ini untuk menghormati pemilik rumah dalam mempersiapkan dirinya ketika menerima tamu. Ambillah posisi menghadap ke samping sambil mengucap salam. Dengan posisi tersebut, ketika pintu terbuka, apa yang ada di dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan oleh pemilik rumah.
- Jangan mengintip ke dalam rumah. Terkadang kita berusaha mengintip ke dalam rumah ketika penasaran apa ada orang di dalam rumah. Padahal Rasulullah SAW sangat membenci sikap seperti ini karena tidak menghormati pemilik rumah.
- Pulanglah jika kita disuruh pulang. Jika kita diminta pulang oleh pemilik rumah, maka kita harus segera mematuhinya tanpa merasa tersinggung karena hal tersebut adalah hak si pemilik rumah.
- Jawablah dengan nama jelas jika pemilik rumah bertanya “Siapa?”. Ketika pemilik rumah menanyakan nama kita, jawablah dengan nama kita secara jelas, jangan hanya “saya” atau “aku” saja.
What is Ultra Pure Synthetic Urine?
Ultra pure synthetic urine is a laboratory-made substance designed to mimic the chemical composition and physical properties of human urine. It is primarily used in situations where real urine is needed for testing purposes but may be unavailable or impractical to obtain.
Why is Ultra Pure Synthetic Urine Used?
Employment screening, drug testing, and medical diagnostics are some of the key reasons why ultra pure synthetic urine is utilized. Employers often require urine samples from job applicants or employees to screen for drug use, while medical professionals may use synthetic urine for calibration and testing purposes.
Composition of Ultra Pure Synthetic Urine
Ultra pure synthetic urine is formulated to closely resemble natural urine in terms of pH, specific gravity, creatinine levels, and other chemical markers. It typically contains a blend of water, urea, uric acid, creatinine, and other compounds found in real urine.
How to Use Ultra Pure Synthetic Urine
Preparing and using synthetic urine involves following specific instructions provided by the manufacturer. This typically includes heating the urine to body temperature, ensuring proper storage conditions, and discreetly delivering the sample during testing.
Legal Implications
The use of synthetic urine raises legal concerns, particularly in contexts where drug testing is mandated by law. While some jurisdictions prohibit the use of synthetic urine for cheating drug tests, others may have less stringent regulations.
Quality Assurance
Various brands and manufacturers produce ultra pure synthetic urine, each claiming to offer a reliable and effective product. However, the quality and consistency of these products can vary, making it essential for consumers to research and choose reputable brands.
Common Misconceptions
There are several misconceptions surrounding the use of synthetic urine, including beliefs about detection methods and the reliability of testing procedures. While synthetic urine may evade certain detection techniques, advances in testing technology continue to pose challenges for users.
Ethical Considerations
The use of synthetic urine raises ethical questions regarding integrity in testing and fairness in employment practices. Employers and testing agencies must balance the need for accurate screening with respect for individual privacy and rights.
Alternatives to Ultra Pure Synthetic Urine
For those seeking alternatives to synthetic urine, detoxification methods and lifestyle changes may offer viable options. These may include abstaining from drug use, undergoing detox programs, or adopting healthier habits to cleanse the body naturally.
Future of Synthetic Urine
The future of synthetic urine lies in technological advancements and regulatory changes aimed at enhancing the accuracy and reliability of testing procedures. Continued research and innovation in this field may lead to more sophisticated synthetic urine products and improved testing protocols.
Semoga hal-hal yang nampak sederhana, namun penting di atas dapat kita teladani dengan baik. Amin.
Referensi:
- “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur [24]: 27)
- “Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur [24]: 28)
- Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,“Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
- “Sesungguhnya disyari’atkan minta izin adalah karena untuk menjaga pandangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu: “Kami di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetuk pintu dengan kuku-kuku.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod bab Mengetuk Pintu)
- “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan assalamu’alaikum… assalamu’alaikum…” (HR. Abu Dawud, shohih)
- “Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
- “Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang ntuk menusuk orang itu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
- “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengetuk pintu, lalu beliau bertanya, ‘Siapa?’ Maka Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau bertanya, ‘Saya, saya?’ Sepertinya beliau tidak suka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Majalah Al Furqon edisi 2 Tahun II 1423 H, Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 2. Imam Nawawi. Cetakan Duta Ilmu. 2003
- http://muslimah.or.id/akhlaq/bertamu-dengan-cara-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html
Komentar